ZIARAH CINTA
Puisi Nur Iva Yulia Imawan
aku tidak sedang ziarah di hatimu
karena kutahu cintamu tak mati
walau sejuta tanda kabung
terus digantung di pintu makam sajak dukaku yang murung
aku juga tidak sedang berpamitan
untuk kembali menjemput janji-janji
pun tidak untuk puisi-puisi yang ingin kutulis bagi diriku sendiri
bersama mereka yang berdoa
aku datang untuk mengobati luka
agar dada hasratku tidak pecah
dan sayap-sayap rinduku
tidak lepas hanya karena patah
CINTA di TANAH PERANG
Puisi Alimuddin
(Episode pertama)
Seperti samudera yang melaju
Cinta,
Menebar hingga di daratan ini
Menjadikan bibir pori-pori tanah yang gersang merekah-rekah.
Kita bertemu di sebuah pertemuan yang mendebarkan
Saat malaikat Izrail sedang menjatuhkan senjata-senjata mematikan
Dari langit panjang. Dari barat daya jauh. Dari lapis kerak bumi yang berkelok-kelok.
Langkah-langkah kaki bermuara pada penyelamatan nyawa
Nyawaku nyaris lepas sebab bedil mengekorku di belakang tak henti
Kau serupa pangeran yang ada dari kerajaan langit
Berwajah tampan. Bermuk mengesankan.
Kau menarikku ke dinding meunasah yang berpilar-pilar
Aku mendengar kau bengkelai dengan malaikat maut
Nyawaku ditarik-ulur
Kau memenangi pertempuran itu.
(Episode kedua)
Engkau si berbaju loreng.
Engkau menakutkan untuk wajah kami
Tapi kau telah membawa seikat bunga mawar merah di hatimu
Lalu hari-hari menyenangkan menerpa kita
Ladang-ladang senyap di hatiku telah ditumbuhi tanaman rimbun
Kau suka aku
Aku mencintaimu melebihi mencintai dunia.
(Episode ketiga)
Ada yang dtang di malam buta
Mengetuk-ngetuk daun pinyu dengan ganasnya
Orang-orang bertopeng membentak
Macam aku anak mereka yang ketahuan seminggu sudah membolos mengaji.
Kututup daun pintu dengan tangan takut.
Di kamar, kulihat rembulan dari celah dinding papan dengan mata cemas.
Kau datang pagi-pagi berwajah gembira
Aku menyambutmu dengan tampang bunga layu
Malamnya orang bertopeng menudingku dengan sebuah kata;
Cuak!(mata-mata)
(Episode keempat)
Kini aku telah di tempat yang betul-betul sunyi
Dimabuk cinta membuatku tak mau mundur dari cintamu
Di malam buta, Izrail mengajakku jalan-jalan ke langit.
Katanya kekuatan cinta mampu menyatukan sepajang sejoli di mana saja
Masih kutunggu engkau datang
Berbaring di sampingku di alam senyap
Lalu kita berdua bercengkrama bahagia.
Punge Jurong, 24 Januari 2008
Katanya, ia ingin berubah
AKU PEREMPUAN PELAMARMU
Puisi Puitri Hati Ningsih
Aku perempuan pelamarmu, yang berlari di atas rambut terbagi tujuh ke seberang hatimu
Setetes air mata dewa cinta terjatuh ketika mengedip, luruh bersama sehelai bulu matanya berdesir pelan dalam segelas putih susu hatiku,
sejak itu berbah biru, juga merah marun, seperti
daun jati muda yang dikunyah kijang pedalaman.
Aku perempuan penjemputmu
yang bertahta di istana perjalanan, dengan mahkota debu
dengan cahaya dari petir dan matahari, dari suluh pejalan malam
yang mengikat angin di tugu dan gedung-gedung kota
meremukkan bulan jadi remah bintang yang bermalam
atau menyatukan seluruh bintang jadi bulatan bulan yang berkerlip
Aku perempuan perayumu
dengan embun yang diam dan kemudian begerak menjadi air terjun
yang mengubah daun-daun menjadi bunga berputik sari
mengubah lumut menjadi hutan
mengubah gelandangan menjadi malaikat
mengubah nyanyi pejalan kaki menjadi prosa
Aku perempuan perindumu
seperti awan-awan yang merindukan jembatan di kejauhan, hanya bisa mengirim air hujan dan merendam memeluk jembatan.
tapi tumpukan rindu, hanya kau anggap tumpukan batu-batu, tempat pembuangan rasa jenuh di tamanmu.
berlembar pesan untukmu hanya serasa iklan undian, busa di atas gelombang yang segera kau hapus
Aku perempuan di terasmu
yang terkurung lebat hujan
menjadi kolam-kolam dan kanal yang mengelilingiku
Aku perempuan yang mendahuluimu
mengucap cinta.