CINTA di TANAH PERANG
Puisi Alimuddin

(Episode pertama)
Seperti samudera yang melaju
Cinta,
Menebar hingga di daratan ini
Menjadikan bibir pori-pori tanah yang gersang merekah-rekah.

Kita bertemu di sebuah pertemuan yang mendebarkan
Saat malaikat Izrail sedang menjatuhkan senjata-senjata mematikan
Dari langit panjang. Dari barat daya jauh. Dari lapis kerak bumi yang berkelok-kelok.

Langkah-langkah kaki bermuara pada penyelamatan nyawa
Nyawaku nyaris lepas sebab bedil mengekorku di belakang tak henti
Kau serupa pangeran yang ada dari kerajaan langit
Berwajah tampan. Bermuk mengesankan.

Kau menarikku ke dinding meunasah yang berpilar-pilar
Aku mendengar kau bengkelai dengan malaikat maut
Nyawaku ditarik-ulur
Kau memenangi pertempuran itu.

(Episode kedua)
Engkau si berbaju loreng.
Engkau menakutkan untuk wajah kami
Tapi kau telah membawa seikat bunga mawar merah di hatimu

Lalu hari-hari menyenangkan menerpa kita
Ladang-ladang senyap di hatiku telah ditumbuhi tanaman rimbun
Kau suka aku
Aku mencintaimu melebihi mencintai dunia.

(Episode ketiga)
Ada yang dtang di malam buta
Mengetuk-ngetuk daun pinyu dengan ganasnya
Orang-orang bertopeng membentak
Macam aku anak mereka yang ketahuan seminggu sudah membolos mengaji.

Kututup daun pintu dengan tangan takut.
Di kamar, kulihat rembulan dari celah dinding papan dengan mata cemas.

Kau datang pagi-pagi berwajah gembira
Aku menyambutmu dengan tampang bunga layu
Malamnya orang bertopeng menudingku dengan sebuah kata;
Cuak!(mata-mata)
(Episode keempat)
Kini aku telah di tempat yang betul-betul sunyi
Dimabuk cinta membuatku tak mau mundur dari cintamu
Di malam buta, Izrail mengajakku jalan-jalan ke langit.

Katanya kekuatan cinta mampu menyatukan sepajang sejoli di mana saja
Masih kutunggu engkau datang
Berbaring di sampingku di alam senyap
Lalu kita berdua bercengkrama bahagia.


Punge Jurong, 24 Januari 2008
Katanya, ia ingin berubah

0 komentar: